Sabtu, 10 April 2010

LINA MEILANI (TI)



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan di Jawa Barat telah dilaksanakan oleh segenap unsur pemerintah,

masyarakat dan dunia usaha sejak dibentuknya pemerintahan Provinsi Jawa Barat pada

tahun 1950. Era dua puluh tahun pertama semenjak terbentuknya Provinsi Jawa Barat

diwarnai dengan masa dinamika sosial, ekonomi dan politik sampai dengan kurun waktu

dua puluh tahun ke dua. Selanjutnya pada kurun waktu dua puluh tahun ketiga, telah

disusun rencana pembangunan daerah secara sistematis melalui tahapan lima tahunan.

Tahapan-tahapan pembangunan yang disusun dalam masa itu telah meletakkan dasar-

dasar bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan

rakyat, seperti tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial.

Dalam masa dua puluh tahun ketiga tersebut, pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi

nasional. Krisis ekonomi nasional tahun 1997 berkembang menjadi krisis multidimensi

yang berkepanjangan memicu gerakan reformasi. Gerakan reformasi tersebut diharapkan

menjadi gerakan pencerahan dalam menata ulang kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara. Hal tersebut memberi dorongan kepada terwujudnya sistem politik yang

demokratis dan berorientasi pada keadilan. Gerakan reformasi berpengaruh pula pada

sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik mengarah ke sistem desentralistik dengan

lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pemerintahan

Kab/Kota menjadi pemerintahan yang “otonom”.

Dengan lahirnya UU No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah yang memberi

kewenangan kepada Gubernur sebagai kepanjangan tangan Pemerintah pusat untuk

mengkoordinasi, mengawasi, melakukan supervisi dan memfasilitasi , agar daerah mampu

menjalankan otonominya secara optimal, maka Gubernur dapat membatalkan

kebijakan/perencanaan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau

peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang sistem

perencanaan pembangunan nasional, pemerintah daerah diharapkan untuk melaksanakan

perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Untuk itulah

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah atau disingkat RPJPD Provinsi Jawa Barat untuk kurun waktu 20 tahun ke depan

yang diarahkan untuk mencapai tujuan daerah dan nasional, dalam bentuk visi, misi, dan

arah pembangunan jangka panjang daerah.

1.2 Pengertian

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2007

Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 yang selanjutnya disebut

sebagai RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode

20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.

Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional. RPJP Daerah memuat Visi, Misi dan Arah Pembangunan Daerah dengan

mengacu pada RPJP Nasional.

1.3 Maksud dan Tujuan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat 2005 - 2025

ditetapkan dengan maksud untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh

komponen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di dalam mewujudkan cita-cita dan

tujuan pembangunan nasional dan daerah.

Adapun tujuan penyusunan RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat adalah :

a. Menetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang yang disepakati

bersama, sebagai pedoman penyusunan RPJM Daerah, Renstra SKPD, RKPD dan

Renja RKPD dalam kurun waktu 2005 - 2025

b. Mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang sinergis dan terpadu antara

perencanaan Pembangunan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

BAB II

PEMBAHASAN

Nasionalisme

Pengertian nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Kondisi nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman. Sebagai contoh, kita lihat beberapa negara dunia ketiga atau negara berkembang yang terkena sanksi embargo dari Dewan Keamanan PBB, nyatanya mereka sampai sekarang masih tetap bertahan dan mampu hidup, karena bangsa tersebut memiliki nasionalisme yang mantap.

Berbicara Nasionalisme, kita tidak boleh lepas dari sejarah bangsa, antara lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di Ambarawa, dimana Nasionalisme diwujudkan dalam semboyan “Merdeka atau Mati”. Nasionalisme merupakan motivasi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya.

Dengan Nasionalisme yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari Nasionalisme akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Ketiga hal tersebut satu sama lain berkaitan dan saling mempengaruhi.

b. Indonesia Raya

Indonesia Raya adalah sebuah lagu yang diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman yang pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam sebuah acara yang dinamakan sumpah pemuda yang dijadikan sebuah lagu kebangsaan Negara Indonesia.

Setelah dikumandangkan tahun 1928, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya. Mungkin, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jonkheer de Graeff ketika itu mengatakan, “Untuk apa ada lagu kebangsaan bagi sebuah bangsa yang toh tidak ada?”

Belanda, yang gentar dengan konsep kebangsaan Indonesia, dan dengan bersenjatakan politik divide et impera, lebih suka menyebut bangsa Jawa, bangsa Sunda, atau bangsa Sumatera, melarang penggunaan kata “Merdeka, Merdeka!”

Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka ikuti lagu itu dengan mengucapkan “Mulia, Mulia!”, bukan “Merdeka, Merdeka!” pada refrein. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan.

Indonesia Raya, dari susunan liriknya, merupakan soneta-atau sajak 14 baris yang terdiri dari satu oktaf (atau dua kuatren) dan satu sekstet. Penggunaan bentuk ini dilihat sebagai “mendahului zaman” (avant garde), meskipun soneta sendiri sudah populer di Eropa semenjak era Renaisans. Rupanya penggunaan soneta tersebut mengilhami karena lima tahun setelah Indonesia Raya dikumandangkan, para seniman Angkatan Pujangga Baru mulai banyak menggunakan soneta sebagai bentuk ekspresi puitis.

Lirik Indonesia Raya merupakan seloka atau pantun berangkai, menyerupai cara empu Walmiki ketika menulis epik Ramayana. Dengan kekuatan liriknya itulah Indonesia Raya segera menjadi seloka sakti pemersatu bangsa, dan dengan semakin dilarang oleh Belanda, semakin kuatlah ia menjadi penyemangat dan perekat bangsa Indonesia.

c. Nasionalisme yang semakin memudar

Kurangnya nasionalisme dan hilangnya spirit kemerdekaan di kalangan generasi penerus bangsa saat ini ternyata membawa dampak atau pengaruh yang cukup besar terhadap keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini.

Berbagai pengaruh globalisasi dan informasi dan kurangnya pendidikan fisik terutama di bidang kesejarahan seakan menjadi ancaman serius bagi generasi muda dalam memaknai dan menggelorakan semangat kemerdekaan di dalam jiwa mereka. Sejarahwan Unand, DR Gusti Asnan mengatakan penyebab utama dari memudarnya semangat nasionalisme dan kebangsaan dari generasi penerus bangsa terutama disebabkan contoh yang salah dan kurang mendidik yang diperlihatkan generasi tua atau kaum tua yang cenderung mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya daripada mendahulukan kepentingan bangsa dan rakyat.

Mereka seakan larut dalam euforia untuk mensejahterakan diri sendiri tanpa melihat bagaimana fenomena yang terjadi di negara kita saat ini, pengaruh kemiskinan yang sekaligus berimbas kepada kebodohan bangsa belum menjadi perhatian serius dari generasi tua atau para elite-elite politik bangsa ini. Gusti juga mengungkapkan pengaruh perkembangan informasi dan era globalisasi yang mulai merebak di negara kita juga menjadi momok yang sangat menakutkan bagi generasi muda. Mereka sudah mulai meninggalkan kebudayaan asli Indonesia dan itu diperkuat lagi dengan semangat globalisasi yang begitu kental dan digelorakan oleh pihak luar. Generasi muda seakan telah meninggalkan ciri khas kebangsaan dan mulai terpengaruh dengan budaya-budaya asing yang mulai menunjukkan taji-nya dan sekaligus telah menguasai seluruh aspek kehidupan di negara kita.

d. Indonesia Raya versi 3 stanza ditengah runtuhnya nasionalisme

Akhir-akhir ini kita dihangatkan oleh berita penemuan rekaman asli lagu Indonesia Raya oleh Roy Suryo Notodiprojo, pakar telematika yang menjelajahi perpustakaan Leiden, Belanda, bersama Heru Nugroho dan Tim Air Putih.

Yang membuat kita heran sekaligus senang, ternyata rekaman dalam dalam bentuk film selluloid itu berbeda dengan lagu Indonesia Raya yang kita lantunkan di setiap perayaan kemerdekaan dan upacara lainnya. Durasinya lebih panjang, yaitu tiga stanza bukan hanya satu stanza yang selama ini kita nyanyikan.

Tampaknya hal ini menjadi kado istimewa bagi peringatan HUT RI ke-62 setelah sekian lama kita hanya menyanyikan dokumen versi saduran dari gubahan Wage Rudolf Supratman. Sehingga tekad untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya versi asli pada upacara HUT Proklamasi itu pun mendapatkan dukungan beberapa pihak.

Namun apalah arti kado istimewa itu jika kini masyarakat justru kehilangan rasa kebanggaan terhadap bangsa ini. Penemuan lagu kebangsaan versi asli itu tidak bisa memberikan garansi bangkitnya kembali nasionalisme yang telah runtuh di tengah-tengah carut-marutnya keadaan bangsa.

Tentunya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa nasionalisme bangsa Indonesia sedikit demi sedikit mulai runtuh. Sebab masih melekat dalam ingatan kita aksi-aksi separatisme beberapa waktu yang lalu. Mulai dari tarian perang (cakalele) oleh jajaran kelompok Republik Maluku Selatan (RMS), aksi pengibaran bendera Papua Merdeka oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), hingga pendirian Partai Gerakan Aceh Merdeka (PGAM).

Roy Suryo menjelaskan, versi asli Indonesia Raya ini berjudul 3 stanza atau 3 qouplet. “Lagu ini 3 kali lebih panjang dari yang kita kenal sekarang. Dan masih berbahasa Indonesia dalam ejaan yang belum disempurnakan,” jelasnya. Roy memaparkan, lagu Indonesia Raya versi pertama itu isinya tidak jauh berbeda dengan yang kita dengarkan saat ini. “Isinya persatuan Indonesia, hubungan manusia Indonesia dengan Tuhannya, dan untuk membersihkan jiwa raganya, serta janji masyarakat Indonesia untuk mempertahankan negara ini,” bebernya.

Menurut Roy, dirinya juga mendapatkan cukup bukti bahwa lagu 3 stanza ini adalah versi asli dari Indonesia Raya. Bahkan di sejumlah dokumen antara 1928-1945 membuktikan bahwa lagu 3 stanza ini pernah digunakan.
“Ternyata setelah 18 Agustus 1945, lagu yang termuat adalah lagu yang ini,” tukas Roy.

Dampak Teknologi Informasi Terhadap Kehidupan Masyarakat

Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh globalisasi dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme bangsa.

Secara umum globalisasi dapat dikatakan suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Menurut Edison A. Jamli (Edison A. Jamli dkk, Kewarganegaraan, 2005), globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. Dengan kata lain proses globalisasi akan berdampak melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan.

Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah pendukung utama bagi terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri kita seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Oleh karena itu selama ini dikenal asas “kebebasan arus informasi” berupa proses dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain.

Komputer dan Masyarakat

Pada zaman modern yang semakin maju ini komputer telah mengalami evolusi sehingga sudah mencapai generasi kelima yang telah melahirkan generasi baru yaitu terjadinya penggabungan antara Teknologi Komputer dan Komunikasi sehingga sering di sebut sebagai Teknologi Informasi dan Komunikasi yang dibuat untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah dengan mudah dan cepat.

Komputer digunakan secara meluas dalam berbagai aktivitas di kehidupan manusia seperti :

1. Perbankan

2. Perniagaan / Perdagangan

3. Industri

4. Transportasi

5. Obat-obatan / Rumah Sakit

6. Pendidikan

7. Seni

8. Penelitian

9. Rekreasi

10. Pertahanan dan Keamanan

11. Komunikasi

Bidang Perbankan

Didalam Bank, komputer digunakan sebagai Sistem Uang Elektronik (menggunakan ATM, Kartu Kredit, Debit Card, dll) untuk menyimpan data, memproses transaksi dan pembayaran tagihan secara on-line.

Bidang Perdagangan

Komputer sangat membantu untuk memproses data dalam jumlah yang banyak seperti di tempat-tempat perbelanjaan untuk menyimpan hasil transaksi yang terjadi, inventaris persediaan (stock) barang, pembuatan laporan keuangan, faktur, surat-surat, dokumen dan lain-lain. Selain tunai pembayaran juga dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan credit card atau debit card.

Bidang Perindustrian

Komputer digunakan di dalam bidang industri (CAM – Computer Aided Manufacturing) untuk menghasilkan produktivitas kinerja yang tinggi, mengurangkan biaya dan menangani masalah kekurangan tenaga kerja. Misalnya, robot diciptakan untuk menjalankan semua kerja dengan mengikuti arahan yang diberikan melalui komputer seperti memasang komponen-komponen kereta atau membukanya kembali, membersihkan minyak dan menyembur cat dalam industri pemasangan kereta. Untuk merancang sebuah mobil digunakan CAD – Computer Aided Design.

Bidang Transportasi

Komputer digunakan untuk mengatur lampu lalu lintas. Di Negara maju kereta dipasang alat navigasi modern untuk menggantikan masinis melalui penggunaan satelit dan sistem komputer. Jalan raya juga dipasang dengan berbagai jenis sensor yang akan memberikan pesan kepada komputer pusat untuk memudahkan pengendalian jalan raya tertentu.

Bidang Rumah Sakit

Pada Rumah Sakit modern, komputer digunakan untuk membantu dokter menjalankan tugasnya seperti mendiagnosis penyakit, menghasilkan gambar sinar-X bergerak (CAT – Computer Axial Tomography), membantu orang cacat seperti menghasilkan alat membaca dengan teks khusus bagi orang tuna netra. Selain itu untuk menyimpan riwayat penyakit pasien, penggajian para karyawan RS, mengelola persediaan stock obat-obatan.

Bidang Pendidikan

Penggunaan komputer sebagai alat pembelajaran dikenal sebagai CBE (Computer Based Education). CAI (Computer Assisted Instruction) digunakan para pendidik untuk menyampaikan arahan dalam pelajaran. Selain itu komputer jg dapat digunakan untuk meyimpan data-data pendidik dan para murid, materi belajar, dan soal-soal ujian maupun latihan.

Bidang Seni

Synthesizer kini popular digunakan untuk meniru bunyi alat-alat musik tradisional seperti bunyi gitar dan piano. Komputer juga digunakan dalam berbagai proses penciptaan lagu seperti penyusunan dan rangkaian (sequencing) nada. Grafik komputer merupakan bidang yang pesat dimajukan kini. Komputer juga telah digunakan untuk menghasilkan animasi dalam film-film kartun dan untuk menghasilkan “special effects”.

Bidang Penelitian Ilmu Pengetahuan (Science)

Komputer digunakan untuk penyelidikan tenaga nuklear dan pemrosesan data, penyelidikan kawasan minyak. Komputer juga digunakan untuk penelitian angkasa lepas dan penyelidikan asas dalam sains dan matematik. Komputer juga digunakan dalam ramalan cuaca seperti mengambil gambar awan dan dikirim ke bumi. Di bumi para ahli cuaca akan meramal cuaca pada ketika itu.

Bidang Rekreasi

Komputer digunakan sebagai satu sumber alat rekreasi untuk orang ramai dimana permainan komputer, permainan arked, permainan video dan sebagainya mengandungi banyak cip-cip elektronik di dalamnya.

Komputer juga digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis alat rekreasi yang canggih seperti roller coaster.

Bidang Pertahanan dan Keamanan

Komputer juga dicipta untuk tujuan perperangan dalam sistem senjata, pengendalian dan komunikasi. Kapal perang dan kapal terbang yang modern dipasang dengan peralatan komputer yang canggih untuk membantu dalam melakukan navigasi atau serangan yang lebih tepat.

Komputer juga digunakan untuk latihan simulasi perperangan bagi calon prajurit untuk mengurangkan biaya.

Bidang Komunikasi

Komputer bisa mengirim dan menerima pesan dari komputer yang lain sampai beribu kilometer jauhnya. Telekomunikasi ialah proses pertukaran pesan di beberapa sistem komputer atau terminal melalui

alat media seperti telepon, telegraf dan satelit. E-Mail ialah surat elektronik yang dikirim melalui komputer, salah satu bentuk komunikasi dengan menggunakan komputer. MODEM (Modulator/Demodulator) diperlukan untuk menukar pesan komputer kepada isyarat audio supaya boleh dihantar melalui telepon.

Dampak Globalisasi Teknologi Informasi

Pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi informasi seperti pedang bermata dua disatu sisi kita tidak dapat menyangkal manfaat dan ancaman yang dibawanya, jadi manfaat disebut juga pengaruh positif dan ancaman disebut pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya Teknologi Informasi adalah peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Sebagai contoh manifestasi Teknologi Informasi yang mudah dilihat di sekitar kita adalah pengiriman surat hanya memerlukan waktu singkat, karena kehadiran surat elektronis (email), ketelitian hasil perhitungan dapat ditingkatkan dengan adanya komputasi numeris, pengelolaan data dalam jumlah besar juga bisa dilakukan dengan mudah yaitu dengan basis data (database), dalam kegiatan ekonomi sudah dilakukannnya E-banking, E-comerce,E-shopping dan masih banyak lagi.

Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya Teknologi Informasi misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambahnya harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukkan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia dan penipuan serta pembobolan keuangan melalui media elektronis juga akibat dari kegiatan ekonomi yang semakin mudah.

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai pengaruh teknologi informasi terhadap kehidupan masyarakat yaitu :

1. Pengaruh teknologi informasi tidak mungkin kita tolak atau hindari, kita harus dapat memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat tetapi disisi lain kita juga harus berhati-hati dan bersikap bijak agar dampak negatif yang menyertainya dapat kita hilangkan atau paling tidak kita minimalisir.

2. Mengenalkan teknologi informasi sekaligus pemanfaatannya bagi kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan.

3. Meningkatkan daya nalar dan daya seleksi masyarakat terhadap berbagai informasi yang membanjir, sehingga masyarakat semakin kritis dan dewasa dalam menyikapinya.

Saran

· Memiliki wawasan kebangsaan sehingga memiliki rasa tanggung jawab untuk menciptakan Ketahanan Nasional diseluruh rakyat Republik Indonesia.

· Berwawasan kebangsaan agar dapat menciptakan dan menumbuhkan cinta tanah air

· Memiliki rasa nasionalisme yang baik untuk mempertahankan bumi Indonesia

· Mengembangkan dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya

Referensi

· ARTIKEL

· http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL3d3dy5iYXBlZGEtamFiYXIuZ28uaWQvZG9jcy9wZXJlbmNhbmFhbi8yMDA3MDczMV8xNDM4MTUucGRm

· http://lasonearth.wordpress.com/makalah/indonesia-raya-dalam-3-stanza/

Beberapa opini mengenai masalah nasionalisme

IN: GATRA - Gebrakan Para Mantan

From: John MacDougall <

Sumber : Majalah Berita Mingguan GATRA
Edisi : 11 November 1995 ( No.52/ I )
Rubrik : LAPORAN UTAMA

Gebrakan Para Mantan

Munculnya sejumlah organisasi baru berlabel kebangsaan dinilai
pengamat untuk mengimbangi gerak laju ICMI dan Habibie.

SEBUAH pepatah Arab mengatakan bahwa cinta tanah air adalah
bagian dari iman, hubbul wathon minal iman. Barangkali tak jauh
beda ketika Kardinal Julius Darmaatmadja, Ketua Umum Konferensi
Waligereja Indonesia (KWI), menyampaikan ringkasan hasil Sidang
Agung KWI kepada Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Try
Sutrisno di Istana Negara, Kamis lalu. "Umat Katolik Indonesia
telah berjanji untuk menjadi 100% Indonesia," ujar Kardinal.
Sikap itu diambil, Kardinal menambahkan, "Justru karena kami mau
menjadi 100% Katolik."

Ucapan Kardinal Darmaatmadja dan tekad umat Katolik itu
mengandung makna yang sangat dalam. Bahwa pada hakikatnya umat
Katolik Indonesia memiliki komitmen yang tinggi terhadap
nasionalisme Indonesia. Dalam pandangan ini, seorang yang
beragama dengan baik akan menjadi pencinta tanah air yang kuat
pula. Dalam sejarah terbukti, dengan pekik, "Allahu Akbar",
arek-arek Suroboyo yang dipimpin Bung Tomo berani menyabung nyawa
melawan tentara Inggris pada 10 November 1945. Banyak lagi contoh
serupa.

Ketika para cendekiawan dari lima agama mengadakan seminar
nasional bersama, menyambut HUT ke-50 Kemerdekaan RI, yang akan
dibuka Presiden Soeharto di Taman Mini Indonesia Indah (TMII),
Jakarta, Jumat pekan ini, subtema yang mereka pilih: memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa. Bisa disebut, para cendekiawan
agama itu sedang melaksanakan bagian dari hubbul wathon minal
iman. Yang terlibat dari kerepotan itu adalah cendekiawan dari
lima agama besar yang ada di sini: ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia), Iska (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia), PIKI
(Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia), KCBI (Keluarga
Cendekiawan Buddhis Indonesia), dan FCHI (Forum Cendekiawan Hindu
Indonesia).

"Visi kami sama dengan organisasi lain yang tak bercirikan
keagamaan yang sekarang mengklaim kebangsaan," kata A. Djoko
Wiyono, Ketua Ikatan Sarjana Katolik, panitia seminar di TMII
itu. "Kami juga punya wawasan kebangsaan. Sebaliknya, munculnya
organisasi baru itu kalau cuma untuk politik praktis,
memperjuangkan kelompok guna meraih bargaining position, itu
sudah langkah mundur," katanya.

Masalah nasionalisme, kebangsaan, persatuan, dan kesatuan bangsa
belakangan memang menjadi pembicaraan hangat. Terutama setelah
muncul organisasi baru, seperti Persatuan Cendekiawan Pembangunan
Pancasila (PCPP), Yayasan Kerukunan Persaudaraan Kebangsaan
(YKPK), dan Persatuan Nasional Indonesia, yang oleh pers sering
disebut sebagai "PNI Baru". Organisasi baru ini umumnya
menyuarakan pentingnya memperkukuh rasa persatuan dan kesatuan
serta wawasan kebangsaan.

Presiden Soeharto sendiri di atas pesawat DC 10, usai melakukan
perjalanan dua pekan ke mancanegara, Rabu pekan lalu, menyatakan
bahwa kehadiran berbagai organisasi massa akhir-akhir ini memang
bisa saja terjadi sesuai dengan kebebasan berorganisasi. "Tapi
sesuai dengan Pasal 28 UUD '45, kebebasan untuk berserikat dan
sebagainya itu kan diatur undang-undang," kata Presiden. "Nah,
mereka harus melihat undang-undangnya itu. Tak lantas bebas
begitu saja, tetapi harus dinilai."

Artinya, keberadaan organisasi baru itu masih akan dinilai dan
dilihat oleh Pemerintah. Apalagi, sesuai dengan ketentuan, setiap
organisasi baru setidaknya harus memiliki perwakilan atau cabang
di 14 daerah. Dan jika semua itu terpenuhi, masih belum tentu
mulus. Lihat saja PCPP, yang belum begitu jelas nasibnya sampai
kini. Kabarnya, pemakaian nama "Pembangunan Pancasila" dalam
organisasi itu kurang diperkenankan. Dengan nama itu terkesan
organisasi tersebut mengklaim Pancasila, dan seolah-olah akan
membangun Pancasila. "Padahal Pancasila itu harus diamalkan,
bukan dibangun," ujar seorang pejabat kepada Gatra. Maka rencana
PCPP mengadakan musyawarah nasional (munas) pertama di
Yogyakarta, pekan ini, hingga akhir pekan lalu belum jelas
nasibnya.

Padahal PCPP secara terbuka disambut sejumlah menteri. Antara
lain Menteri Pertahanan Keamanan Edi Sudradjat, Menteri
Transmigrasi Siswono Judhohusodo, dan Menteri Kependudukan
Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja. Sebagai organisasi baru
yang dicetuskan di Purwokerto, akhir Juli lalu, PCPP akan
mengadakan munas yang pertama di Hotel Garuda, Yogyakarta, mulai
Jumat pekan ini. Tak kurang dari 24 perwakilan menyatakan siap
hadir. Tapi Rubiyanto Misman, pendiri PCPP di Purwokerto,
meragukan munas akan mendapat izin.

Tapi Letnan Jenderal (purnawirawan) Bambang Triantoro, Ketua Umum
YKPK, menyambut baik pernyataan Presiden Soeharto. "YKPK sendiri
siap dinilai. Kalau kehadiran kami tak diterima masyarakat, ya
bubar saja. Buat apa dipertahankan," katanya kepada Hidayat
Tantan dari Gatra. Namun satu hal yang pasti, Bambang Triantoro
menambahkan, sekarang sedang terjadi erosi terhadap nilai-nilai
kebangsaan. "Kami ingin memperbaiki kondisi yang kurang itu.
Tujuan YKPK semata-mata untuk kerukunan, persaudaraan, dan
kebangsaan. Kami tak akan berpolitik praktis," kata Bambang
Triantoro.

Repotnya, banyak orang menilai, munculnya beberapa organisasi
baru yang mengibarkan bendera kebangsaan itu adalah sebagai
reaksi terhadap berkibarnya ICMI, organisasi cendekiawan Islam,
yang dipimpin Menristek Profesor Dr. B.J. Habibie. ICMI sering
dianggap sebagai amat berperan dalam pentas politik kini.
Sejumlah menteri adalah orang ICMI. Juga banyak para petinggi
ABRI -- termasuk Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung dan KSAD
Jenderal R. Hartono -- sering bersuara dengan nada simpati
terhadap organisasi itu.

Yang menarik adalah figur ketua umumnya, B.J. Habibie. Selain
dikenal sebagai salah seorang pejabat tinggi yang dekat dengan
Presiden Soeharto, Habibie muncul sebagai tokoh dengan visi ke
depan yang tampaknya cocok dengan zamannya. Visi itu adalah
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang
dipadukannya dengan iman dan takwa (imtak). Seperti sering
dikampanyekan Habibie, bila ingin masa depan yang cerah, bangsa
Indonesia harus memanfaatkan iptek. Tapi iptek seperti yang telah
terjadi di Barat malah meresahkan umat manusia. Maka, dalam visi
Habibie, iptek itu harus dipadukan -- menurutnya sebagai dua sisi
mata uang -- dengan iman dan takwa. Dan itu tentu berhubungan
dengan agama.

Dengan IPTN-nya, ia adalah orang Indonesia pertama yang bisa
membuat pesawat terbang. Pada 10 Agustus lalu, di hadapan
Presiden Soeharto, ia membuktikan bahwa pesawat terbang buatan
IPTN mampu melakukan uji terbang. Akibatnya, sejumlah organisasi
Islam, para kiai pesantren -- di antaranya Rais Am NU KH Ilyas
Ruhiyat -- dan belakangan DPR, mengusulkan agar tanggal 10
Agustus itu dijadikan hari bersejarah: Hari Teknologi Nasional.
Pemerintah kemudian mengabulkannya.

Habibie juga berperan sebagai politikus dalam Munas Golkar,
Oktober 1993. Sebagai Ketua Harian Dewan Pembina Golkar, waktu
itu, Habibie sangat dominan dalam Munas Golkar yang meminggirkan
banyak wajah lama yang sebelumnya sangat berpengaruh di
organisasi pendukung Pemerintah itu. Lalu sejumlah tokoh baru pun
masuk, beberapa di antaranya disebut-sebut sebagai orang atau
pendukung ICMI. Dan Menteri Penerangan Harmoko, seorang sipil,
untuk pertama kalinya diangkat menjadi Ketua Umum Golkar. Reaksi
keras pun waktu itu terdengar, terutama dari kelompok yang merasa
tersingkir dari kursinya.

Maka bila dilihat di antara 68 nama yang tersusun sebagai
pengurus YKPK, yang paling jelas terlihat: mayoritas mereka
adalah para mantan. Di jajaran Dewan Pertimbangan, misalnya, ada
Letnan Jenderal (purnawirawan) Kharis Suhud (mantan Ketua
DPR/MPR), R. Soeprapto, mantan Guberur Jakarta dan Wakil Ketua
MPR, dan Sambas Wirakusumah, mantan Direktur PTS Departemen P dan
K. Sambas, yang sebelumnya Ketua PCPP, adalah kakak kandung
Jenderal (purnawirawan) Edi Sudradjat. Ketua Umum YKPK, Bambang
Triantoro, juga mantan Kassospol ABRI, Sekjen Departemen P dan K,
dan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri).

Tapi sejumlah lainnya adalah kelompok orang yang tergusur dari
DPP Golkar atau F-KP, setelah Munas Golkar tahun 1993 tadi. Sebut
saja Jacob Tobing, Anton Prijatno, Marzuki Darusman, Didiet
Haryadi, Widjanarko Puspoyo, dan Agus Tagor. Padahal Jacob Tobing
dan Anton Prijatno, misalnya, sebelumnya disebut-sebut sebagai
tokoh yang amat berpengaruh di DPP Golkar, terutama dalam
penyusunan daftar calon Golkar dalam pemilu yang lalu. Belakangan
daftar calon itu mendapat kritik dari Ketua Dewan Pembina Golkar.

Lalu satu kelompok yang lain di YKPK dikenal sebagai orang-orang
NU yang dekat dengan Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid. Mereka
antara lain adalah Matori Abdul Djalil dan Gaffar Rachman. Yang
terakhir adalah mantan Sekjen PBNU. Ia terpaksa dicopot
sehubungan dengan isu dana SDSB di NU. Matori Abdul Djalil,
mantan Sekjen DPP PPP -- dikenal pada musim kampanye pemilu yang
lalu dengan mencalonkan Pak Harto sebagai presiden dan Pangab
Jenderal Try Sutrisno sebagai wakil presiden -- dipercayai
menjadi Sekretaris Umum YKPK. Menjelang Muktamar PPP yang lalu,
Matori berjuang untuk menjadi ketua umum partai itu. Ia mendapat
dukungan dari Kelompok Rembang yang disponsori KH Cholil Bisri.
Mereka ternyata kalah, dengan terpilihnya Buya Ismail Hasan
Metareum sebagai Ketua Umum PPP. Karena itu suara bisik-bisik di
PPP menyebutkan, kedua anggota DPR dari F-PP dan sejumlah anggota
kelompoknya sulit untuk tampil dalam nomor jadi calon PPP dalam
pemilu mendatang.

Makanya, melihat komposisi pengurusnya, tak sedikit orang yang
menduga bahwa kemunculan YKPK sangat berbau politik praktis,
dalam menghadapi Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Ada yang
mengatakan, mereka adalah orang-orang yang "tak senang" dan ingin
menghambat lajunya terbang Habibie yang belakangan secara politik
pun kian meroket saja. Malah secara bisik-bisik sudah lama
terdengar, Habibie akan menjadi salah seorang kandidat kuat wakil
presiden tahun 1998.

Tapi kepada Gatra, umumnya para tokoh YKPK membantah. Bambang
Triantoro mengatakan, YKPK hadir bukan untuk berkonfrontasi
dengan organisasi lain. Juga bukan pertanda bangkitnya kembali
politik aliran. Melainkan bahwa organisasi-organisasi itu
nantinya bisa dimanfaatkan untuk bargaining pada Pemilu 1997, itu
bukan suatu hal yang haram. "Ya, asalkan tak terlampau ambisius
dan terobsesi kekuasaan, ya boleh saja. Orang mau maju kok
dihalangi," katanya. Pada prinsipnya, menurut Cholil Bisri, YKPK
semata-mata untuk meluruskan yang bengkok dalam proses
pembangunan bangsa. "Karena di situ banyak mantannya, biasanya
jadi lebih matang, tak emosional. Karena sudah banyak
pengalaman," kata Cholil. Baik Cholil maupun Matori membantah
keras bahwa terlibatnya mereka di YKPK untuk mencari tempat. "Itu
tak benar sama sekali. Itu soal kecil," kata Matori.

Kalau YKPK diisi para mantan, PNI Baru pun demikian. Nyonya
Supeni, 79 tahun, Ketua Umum Dewan Pimpinan Persatuan Nasional
Indonesia, adalah Dubes Keliling di zaman Bung Karno. Menurut
Nyonya Supeni, latar belakang berdirinya Persatuan Nasional
Indonesia tak lepas dari setumpuk persoalan, seperti kesenjangan
sosial, ekonomi, dan politik. "Saya menganggap, ada kemampatan
dalam penyaluran politik," katanya. Yang bengkok-bengkok itu,
katanya, berpotensi mengganggu persatuan dan kesatuan, karena itu
akan mereka luruskan.

Tapi, yang pasti, mereka adalah para mantan politisi. Banyak di
antara tokoh organisasi ini dulunya adalah dedengkot Partai
Nasional Indonesia (PNI). Selain Supeni, ada Usep Ranawidjaja dan
Sanusi Hardjadinata. Yang jelas, setelah Orde Baru, PNI yang
dikenal dekat dengan Bung Karno itu ambruk dari sebuah partai
terbesar menjadi partai gurem. Lalu pada 1973, partai ini berfusi
dengan Murba, IPKI, Partai Katolik, dan Partai Kristen Indonesia
(Parkindo) menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Sejak itu
para tokohnya tampaknya kecewa dan selalu terperangkap oleh
nostalgia kejayaan PNI/Front Marhaenis dulu.

PCPP (Persatuan Cendekiawan Pembangunan Pancasila) juga banyak
diminati eks tokoh PNI atau jajaran GMNI yang bekas organisasi
mahasiswa PNI itu. Seperti Arif Hidayat dari Universitas
Diponegoro, Semarang, dan Soediro dari IKIP Negeri Semarang
adalah mantan aktivis GMNI di masa mudanya. Lalu Soeparto, kini
Ketua DPRD Jawa Tengah, juga mantan aktivis GMNI. Begitu pula
Rubiyanto Misman, pendiri PCPP Purwokerto, juga mantan aktivis
GMNI.

Di Medan, Hemat R. Brahmana, guru besar Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, adalah Staf
Ketua GMNI Yogyakarta pada 1964-1969. Ia penggerak PCPP di Medan.
"Jika yang jadi pemrakarsa banyak dari GMNI, itu kebetulan saja,"
kata Hemat R. Brahmana.

Apakah munculnya ormas ini pertanda bangkitnya semangat politik
aliran? Nyonya Supeni enggan menjawab. "Saya tak mau berkomentar.
Cuma, kami mesti memperhitungkan semua yang dapat terjadi. Jauh
lebih luas dari sekadar untuk menghadapi pemilu," kata Nyonya
Supeni, yang pernah duduk sebagai Ketua Departemen
Pendidikan/Sosial DPP PNI hasil kongres tahun 1956.

Bekas Ketua Umum HMI, Ridwan Saidi, berpendapat bahwa lahirnya
organisasi baru itu merupakan proses yang tak bisa dibendung. Dan
ini tak lepas dari keberadaan ICMI. "Justru kehadiran ICMI yang
mengilhami orang untuk menghidupkan kembali politik aliran,"
Ridwan Saidi menegaskan.

Tapi Adi Sasono, dari Dewan Pakar ICMI, tak setuju dengan
pendapat itu. Ia menilai kehadiran PCPP, YKPK, dan PNI Baru
sebagai hal yang wajar. "Tapi kalau ditafsirkan sebagai
bangkitnya politik aliran, itu namanya menyederhanakan masalah,"
katanya. Soalnya, menurut Adi, sekarang situasi sudah berubah.

Lain lagi pendapat Profesor Nazarudddin Sjamsuddin. Pengamat dari
Universitas Indonesia, Jakarta, itu menilai bahwa kehadiran
sejumlah organisasi baru tersebut hanya akan mengipas-ngipas anak
muda yang sedang resah, dan itu tak etis bagi orang tua. Kata
Nazaruddin, "Setiap organisasi harus dilihat siapa penggeraknya,
bukan apa tujuannya. Satu hal yang pasti, orang-orang yang
frustrasi pasti sangat mendukung organisasi ini."

Harold Crouch, pengamat politik Indonesia dari Australia, lebih
tegas. Kehadiran sejumlah organisasi baru itu, menurut Crouch,
selain menunjukkan rasa tak puas mereka terhadap organisasi
sosial politik (orsospol) yang ada, juga diharapkan dapat
mengimbangi ICMI yang dimotori Habibie. "Apalagi ICMI telah
bersiap meletakkan landasan jangka panjang jika Pak Harto tak
ada," katanya. Artinya, kehadiran mereka memang untuk mengimbangi
dan menghadang Habibie. "Kendati demikian, saya menilai, Pak
Harto memilih Habibie," katanya.
(Agus Basri, Nur Hidayat, Genot Widjoseno, Dani Hamdani, dan
Heddy Lugito)/GIS.-


sumber informasi

Nasionalisme TKI Tidak Perlu Diragukan


Moh Jumhur Hidayat dalam acara dialog di Lemhanas (foto affandi)

(Jakarta, BNP2TKI) Masalah nasionalisme Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dan kaitannya dengan ketahanan nasional menjadi materi pembicaraan serius dalam dialog di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Selasa (4/11). Hampir semua pembicara sepakat mereka tidak sedikitpun meragukan nasionalisme TKI.

Dialog yang dipimpin Gubernur Lemhanas Prof Dr Muladi, SH ini menghadirkan nara sumber Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, tokoh buruh Dr Muhktar Pakpahan, Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang Prof Dr Mujahirin Thohir, pakar demografi Universitas Indonesia Dr Suhasil Nazara, pengamat politik Dr Rosita M Noor MA, dan wakil dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perburuhan. Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengungkapkan, untuk mengharapkan kesadaran nasionalisme dari TKI yang bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) agak sulit, karena faktor pendidikan mereka yang umumnya rendah. Karena itu, pemerintah bertekad akan mengurangi secara bertahap penempatan PLRT, dan sebaliknya akan meningkatkan penempatan TKI Formal.

Prof Dr Muladi, SH dalam acara dialog di Lemhanas (foto affandi)

Mengenai masa depan TKI PLRT, Jumhur menyarankan agar semua pihak bekerja sama memberikan pekerjaan di dalam negeri bagi kaum perempuan di desa-desa di sektor pertanian, perkebunan dan kelautan, sehingga mereka tidak menggantungkan hidup dari profesi sebagai PLRT di luar negeri.

Dijelaskannya, hadirnya BNP2TKI merupakan komitmen pemerintah untuk memberi pelayanan dan perlindungan TKI secara bermartabat. “Kita sudah banyak kemajuan sejak ada Undang-Undang No. 39 Tahun 2004. Jadi wajar jika TKI kini mulai merasakan kehadiran pemerintah. Keterlibatan pemerintah ini adalah ukuran nasionalisme TKI di luar negeri,” ujar Jumhur Hidayat. Ditambahkannya, diaspora nasionalisme Tenaga Kerja Indonesia ini terlihat dari sikap hidup mereka di luar negeri. Mereka bekerja dengan baik, rajin, dan suka memberikan bantuan kiriman uang kepada keluarga dan kerabatnya di tanah air.

Multi Dimesi

Sementara Dr Suhasil mengatakan pembicaraan tentang nasionalisme TKI sifatnya multi dimensi; Nasionalisme TKI bisa berarti mempertahankan kewarganeganegaraan, pulang ke Indonesia, mengirimkan uang ke keluarganya, atau mengajak teman kerja ke luar negeri.

Ahli Demografi dari Universitas Indonesia ini melihat saat ini ada tiga jenis TKI yang berada di luar negeri. TKI yang ditempatkan oleh perusahaan atau negara lewat program G to G, TKI yang awalnya kuliah kemudian bekerja di luar negeri dan ketiga TKI yang mandiri. “Namun apapun jenis penempatan TKI masalah nasionalisme harus mendapat perhatian, dan perlu selalu ditekankan kepada para TKI tersebut,” ujar Suhasil.(zul)

Nasionalisme TKI Tidak Perlu Diragukan


Moh Jumhur Hidayat dalam acara dialog di Lemhanas (foto affandi)

(Jakarta, BNP2TKI) Masalah nasionalisme Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dan kaitannya dengan ketahanan nasional menjadi materi pembicaraan serius dalam dialog di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Selasa (4/11). Hampir semua pembicara sepakat mereka tidak sedikitpun meragukan nasionalisme TKI.

Dialog yang dipimpin Gubernur Lemhanas Prof Dr Muladi, SH ini menghadirkan nara sumber Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, tokoh buruh Dr Muhktar Pakpahan, Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang Prof Dr Mujahirin Thohir, pakar demografi Universitas Indonesia Dr Suhasil Nazara, pengamat politik Dr Rosita M Noor MA, dan wakil dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perburuhan. Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengungkapkan, untuk mengharapkan kesadaran nasionalisme dari TKI yang bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) agak sulit, karena faktor pendidikan mereka yang umumnya rendah. Karena itu, pemerintah bertekad akan mengurangi secara bertahap penempatan PLRT, dan sebaliknya akan meningkatkan penempatan TKI Formal.


Prof Dr Muladi, SH dalam acara dialog di Lemhanas (foto affandi)

Mengenai masa depan TKI PLRT, Jumhur menyarankan agar semua pihak bekerja sama memberikan pekerjaan di dalam negeri bagi kaum perempuan di desa-desa di sektor pertanian, perkebunan dan kelautan, sehingga mereka tidak menggantungkan hidup dari profesi sebagai PLRT di luar negeri.

Dijelaskannya, hadirnya BNP2TKI merupakan komitmen pemerintah untuk memberi pelayanan dan perlindungan TKI secara bermartabat. “Kita sudah banyak kemajuan sejak ada Undang-Undang No. 39 Tahun 2004. Jadi wajar jika TKI kini mulai merasakan kehadiran pemerintah. Keterlibatan pemerintah ini adalah ukuran nasionalisme TKI di luar negeri,” ujar Jumhur Hidayat. Ditambahkannya, diaspora nasionalisme Tenaga Kerja Indonesia ini terlihat dari sikap hidup mereka di luar negeri. Mereka bekerja dengan baik, rajin, dan suka memberikan bantuan kiriman uang kepada keluarga dan kerabatnya di tanah air.

Multi Dimesi

Sementara Dr Suhasil mengatakan pembicaraan tentang nasionalisme TKI sifatnya multi dimensi; Nasionalisme TKI bisa berarti mempertahankan kewarganeganegaraan, pulang ke Indonesia, mengirimkan uang ke keluarganya, atau mengajak teman kerja ke luar negeri.

Ahli Demografi dari Universitas Indonesia ini melihat saat ini ada tiga jenis TKI yang berada di luar negeri. TKI yang ditempatkan oleh perusahaan atau negara lewat program G to G, TKI yang awalnya kuliah kemudian bekerja di luar negeri dan ketiga TKI yang mandiri. “Namun apapun jenis penempatan TKI masalah nasionalisme harus mendapat perhatian, dan perlu selalu ditekankan kepada para TKI tersebut,” ujar Suhasil.(zul)


sumber informasi

Nasionalisme Perlu Ditumbuhkan


BANDA ACEH-Guna menumbuhkan semangat nasionalisme bagi generasi muda di Aceh. Generasi Muda Peduli Aceh Sejahtera (Gempas) kemarin (11/9) menggelar diskusi publik pemantapan makna ideologi dalam berbangsa dan bernegara. Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Luar Negeri (Deplu) RI.

Syukriyanto dalam materi bertajuk, "Pemahaman Jiwa korsa dan Basionalisme" menilai, saat ini rasa nasionalisme di tingkat elit sudah memudar khususnya para elit politik pengambil kebijakan.
Hal tersebut, kata dia, tercermin dalam implementasi kebijakan yang mereka buat, baik dalam bidang ekonomi, politik, budaya dan hukum. Malah sebaliknya, justru para TKI yang memiliki nasionalisme tinggi.

Mereka bekerja dan membawa devisa ke dalam negeri. Jadi, nasionalisme lebih terlihat di tengah-tengah rakyat.
"Globalisasi juga menjadi salah satu unsur yang bisa mereduksi nasionalisme dan tidak lagi menjadi sebuah wacana, tetapi sudah menjadi arus informasi, industri, transportasi, semua bergerak dengan cepat dan kita tidak bisa menghindari," ujar Syukrianto.

Pemimpin kita harus melihat kembali masa depan nasionalisme, kalau pemimpinnya tidak mau berubah. Maka rakyat Indonesia secara keseluruhan akan apatis. Oleh karena itu, generasi muda bila menjadi pemimpin harus berkomitmen tidak melakukan kesalahah yang sudah dilakukan oleh generasi tua.

Generasi muda saat ini harus mampu hidup sederhana. "Mulai sekarang tanamlah semangat korsa dan jiwa nasionalisme pada generasi penerus dengan harapan kelak mereka dapat meningkatkan dan menjaga terus semangat korsa dan rasa nasionalisme pada bangsa dan negara," ajak Syukrianto. (din)

sumber informasi :

.budaya-tionghua

Memang sesuatu yang sangat unik bisa terjadi di Indonesia, mungkin juga tak ada
keduanya didunia ini, dimana bisa terjadi masalah kewarganegaraan begitu
rumitnya khusus terhadap etnis Tionghoa.

Coba perhatikan, Ivana Lie seorang atlet Bulutangkis yang membela nama baik
Indonesia, tapi masih bisa berstatus stateless, belum mempunyai kewarganegaraan
yang sah. Mengapa? Satu kontradiksi peraturan UU Kewarga-negaraan yang terjadi
di Indonesia. Betul-betul membuat amburadul, entah disengaja atau kelalaian
dari pihak Pemerintah RI.

Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang berasaskan ius Soli, tempat kelahiran
seseorang sebagai syarat menjadi kwarga-negara Indonesia, yang jelas telah
di-Undang-kan pada tahun 1946, maka seharusnya Ivana Lie yang lahir di
Indonesia, sekalipun orang-tuanya berasal dari Tiongkok sana, adalah seorang
warga-negara Indonesia yang sah, selama dia tidak pernah menyatakan menolak
menjadi warga-negara Indonesia untuk tetap menjadi warga-negara Tiongkok
(mengikuti orang-tuanya).

Tapi, kemudian lupa konkritnya tahun berapa diberlakukan keharusan seseorang
turunan asing (kenyataan hanya khusus diberlakukan untuk etnis Tionghoa saja),
diharuskan memiliki SBKRI (Surat Bukti Kewarga-negaraan Indonesia), dan, ...
karena Ivana Lie tidak pernah berhasil memiliki SBKRI, dia jadi tetap dianggap
stateless, bukan warga-negara Indonesia yang sah! Sekalipun dia beberapa kali
keluar-negeri mewakili regu Bulutangkis Indonesia. Keluar negeri keliling
kemana-mana hanya dengan surat jalan, "Saat keluar negeri, saya hanya dibekali
secarik kertas yang menyatakan bahwa saya orang Indonesia. Tapi, ketika pulang,
kewarganegaraan saya dicabut dan menjadi stateless (tidak punya
kewarganegaraan, Red)," ujarnya. Masalah kerumitan administrasi SBKRI baru bisa
diselesaikan setelah KONI dan PBSI memberikan bantuan.

Satu keganjilan yang bisa terjadi di negeri ini, aneh, lucu sekaligus juga
sangat menyedihkan. Dan keganjilan demikian ini ternyata juga menimpa diri
atlet Bulutangkis peranakan Tionghoa lain seperti, Alan Budi Kusuma, Susi
Susanti, dan Hendrawan yang juga pernah mengharumkan nama Indonesia didunia
Internasional. Entah berapakali sudah bendera Merah-Putih dikibarkan dengan
kumandang "Indonesia Raya" ditengah-stadion Internasional, karena prestasi yang
atlet-atlet peranakan Tionghoa tersebut. Hati mereka dan kesetiaan mereka pada
Indonesia tidak bisa diragukan, hanya birokrasi di Indonesia saja yang
menghambat mereka menjadi warga-negara Indonesia yang sah!

Salam,
ChanCT


sumber informasi


Print

Anwari Doel Arnowo: Kewarganegaraan &Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia 2006 yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 11 Juli 2006, tidak atau belum menyenangkan hati saya. Sudah pernah saya tulis pendapat saya mengenai masalah ini pada sekitar lebih dari satu tahun yang lalu dan sampai dengan saat ini saya masih tetap mempunyai pendirian yang sama, yaitu agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan lagi, sehingga status kewarganegaraan ganda dibolehkan dan melindunginya dengan undang-undang yang komprehensif dan menyeluruh

Mengapa saya ulangi tulisan yang menyangkut hal ini?? Karena selama beberapa hari ini telah terjadi masalah yang relevant mengenai hal ini di Lebanon. Diberitakan bahwa sebanyak 50.000 orang warganegara Kanada sedang berada di Lebanon, dimana sedang terjadi pertempuran dan perang diantara warga Hezbollah dengan Negara Israel. Kita tidak akan membicarakan masalah politik dan perbedaan pandangan antara Dunia orang Arab dengan Dunia orang Yahudi, yang telah menghabiskan nyawa, harta dan waktu yang tidak ternilai selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Apa gerangan yang lebih penting dari hidup damai dan berdampingan? Bagaimana mungkin pada saat yang bersamaan ada sebanyak itu warga Negara Kanada berada disana??

Menurut investigasi media dan Pemerintah Kanada, mereka memang warga Negara Kanada yang berasal dari etnis orang Lebanon. Mereka, demikian juga halnya dengan yang berasal dari bangsa dan etnis lain, selaku warga Negara Kanada memang telah diprediksi dan diantisipasi : • Mereka tidak dapat dan tidak mungkin diputus hubungan lahir bathinnya dengan negeri asal, dengan kebudayaan dan dengan hubungan keluarga, sejarah dan identitas mereka.

• Hal ini disimpulkan oleh para legislator dan pemerintah Kanada sejak dini. Ini menunjukkan kecerdasan berpikir para wakil rakyat dan para cendekiawannya. • Pemerintah berpikir secara mendasar bahwa seorang ibu akan tetap melindungi dan akan tetap mengawal anak-anaknya yang manapun, dengan tidak memperdulikan anak yang mana atau anak yang bagaimana.

• Biarpun ada “protes” dari sebagian warga lain mengenai hal ini, Pemerintah Kanada tetap berbuat yang terbaik bagi mereka, biarpun sebagian besar dari etnis Negara Lebanon itu kulitnya, rambutnya dan matanya adalah etnis yang sama sekali bukan bangsa kaukasian. “Protes” mereka karena kalau mereka berkewarganegaraan Kanada, mengapa tinggal selama satu atau lebih tahun di negeri asalnya? Bahkan sebagian para protester atau para objector ini berkeberatan dengan “tingkah polah” (behaviour) mereka karena seperti menunjukkan sikap tidak setia kepada kewarganegaraannya. Apalagi mereka dianggap hanya memanfaatkan kemudahan fasilitas yang ada sebagai warganegara Kanada.

• Ternyata Pemerintah Kanada menunjukkan sikap tetap setia dengan keputusannya yang telah diambilnya pada waktu membuat undang-undang mengenai kewarganegaraan yang membolehkannya untuk dimiliki oleh warganegara lain dan merangkapnya.

• Bahkan menurut undang-undang yang diundangkan pada tahun 1977 itu, merangkap lebih dari dua warganegarapun diperkenankan dan boleh-boleh saja. Pada tahun itu Kanada adalah salah satu yang pertama dari negara-negara yang membolehkan kewarganegaraan ganda. Pada hari ini, tahun ini, negara-negara yang menganut paham dan pendirian seperti ini sudah meliputi separuh dari jumlah Negara-negara yang ada didunia.

• Mengenai kesetiaan terhadap kewarganegaraan, mereka juga diperkenankan oleh undang-undang itu untuk memberikan sumpah setia kepada Negara dimana kewarganegaraannya yang lain itu. Hal ini dianggap tidak mengganggu karena hampir dianggap seperti hak azasi manusia yang hakiki.

• Pada saat ini ada sekitar enamratus ribu warganegara Kanada yang memiliki status kewarganegaraan ganda. Memang disadari dan diketahui bahwa diantara mereka ada yang terkadang memanfaatkan passportnya untuk menikmati kemudahan berkelana, sebagai “polis asuransi” dalam keadaan terdesak dan atau pada waktu mereka ingin bekerja diluar Kanada. Tetapi bagaimanapun diyakini bahwa sebagian besar mereka ini adalah warga yang tekun bekerja mencari nafkah, membantu orang tuanya yang sedang sakit atau bekerja mencari nafkah sambil menikmati masa pensiunnya, meskipun mempunyai pertalian dengan Negara pilihan mereka, Kanada dan dengan Negara asalnya. Orang Kanada adalah orang Kanada. Titik.

Kanada adalah Negara yang amat membutuhkan datangnya lebih banyak immigrant yang berpendidikan dan intelek serta trampil bekerja. Mereka akan membuat ekonomi Kanada bergerak lebih cepat karena keterikatan mereka dengan negara-negara asalnya atau dengan negara-negara dengan mana mereka memiliki koneksi mereka masing-masing. Hal-hal seperti ini akan membuat kekuatan hubungan dagang Kanada dengan dunia internasional menjadi bertambah. Kalau hal-hal seperti ini tidak dilaksanakan maka upaya menarik immigrant menjadi terhambat. Apalagi kalau mereka dibatasi dengan hanya menawarkan kewarganegaraan kelas dua, yang membatasi pemberian bantuan pada saat sekarang seperti yang dialami oleh warganegara Kanada asal Lebanon yang sedang terjepit dalam keadaan perang disana.

Patut juga ingat bahwa Governor General Michaëlle Jean yang sampai tahun lalu masih memegang Passport Prancis boleh disebut sebagai tidak setia kepada negaranya, Kanada?? Bagaimana halnya dengan Ratu Elizabeth II yang menjadi Kepala Negara dari 17 negara yang berlain-lainan? Bukankah dengan begitu berarti bahwa sang Ratu adalah seorang yang memiliki kewarganegaraan rangkap sebanyak tidak kurang dari tujuh belas buah ?? Apakah dia tidak boleh setia kepada seluruh Negara itu??? Meskipun kejadian-kejadian seperti berikut telah terjadi, seperti: • Pemerintah Kanada berusaha mencarter empat buah kapal untuk mengangkut beberapa ribu orang pengungsi warga Negara Kanada di Lebanon, hanya datang satu buah kapal.

• Mereka yang tidak mendapat kesemptan naik kapal, memaki-maki pemerintah Kanada. Hal ini tampak dalam siaran berita di televisi.

Ada pengungsi yang turun dari kapal terbang yang selamat dari kekurangan makanan dan kehausan sebelum terbang, masih juga memaki dengan segala sumpah serapah. Mestinya ini adalah kejadian yang bisa dianggap bahwa pengungsi itu adalah orang yang tidak tahu diuntung. Saya tidak dapat membayangkan kalau pengungsi seperti ini adalah orang Indonesia, akan mengalami nasib seperti apakah dia??

Ada yang berkeluh kesah, panjang pendek, bahwa fasilitas kapal penyelamat mereka tidak memadai, jelek dan segala macam yang tidak baik, seperti kakus yang kotor muntahan orang-orang lain. Bagi saya yang melihat penderitaan rakyat Indonesia sehari-hari, hal yang dikeluhkan diatas adalah sama sekali bukan penderitaan. Itu menurut kategori saya adalah cerèwèt dan cèngèng keterlaluan!!!

Para protester yang menentang upaya penyelamatan yang nota bene memakan biaya besar hanya membebani Negara Kanada yang dibayar dari uang pajak yang mereka bayarkan. Itu wajar. Akan tetapi mungkin para pengungsi yang berkelakuan mengecewakan itu jumlahnya tidak terlalu banyak.

Saya mengetahui praktek seseorang warga Kanada yang telah membeli rumah di Bermuda dan tinggal disana dengan minimum 182 hari dalam satu tahun. Apa tujuan dia berbuat seperti itu? Dia hanya ingin bebas pajak dari Pemerintah Kanada yang besarnya bisa mencapai sebesar 57% , katanya. Padahal saya tahu benar bahwa dia orang kaya raya .

Hal-hal tersebut diatas adalah hal yang menjengkelkan, akan tetapi pemerintah pusat Kanada di Ottawa tetap membelanjakan uangnya dalam jumlah yang fantastis untuk penyelamatan warganegaranya didaerah krisis. Kalau saya menyebut “kebaikan-kebaikan” Kanada dan menyebut “kekurangan-kekurangan” Indonesia, jangan diartikan bahwa saya menjelèk-jelèkkan Negara sendiri.

Saya adalah warga Negara Republik Indonesia yang mempunyai status Permanent Resident Kanada. Status saya ini tidak jauh bedanya dengan seorang Tenaga Kerja Indonesia di Saudi Arabia, Irak, Kuwait, Malaysia, Korea dan Jepang serta lain-lain Negara. Saya hanya berganti tempat tinggal, apalagi soal kesetiaan saya kepada Republik Indonesia saat ini masih amat jauh lebih baik dari pada seseorang yang diangkat menjadi penyelenggara Negara tetapi malah melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perbuatan membunuh dan mengadu domba bangsa sendiri, mencuri hak rakyat, mencuri uang rakyat itu malah lebih buruk dari pencuri seekor ayam, hanya karena dia kelaparan. Tenaga Kerja Indonesia ini kalau oleh pemerintah Philipina dikategorikan sebagai pahlawan devisa, mendapat sambutan musik di lapangan terbang kalau mereka mendarat di lapangan terbang Manila. Kalau di Terminal Tiga Cengkareng mereka langsung mendapat perlakuan semena-mena dari para pejabat, Polisi, para preman dan lain-lain. Beberapa bulan akhir-akhir ini katanya sudah ada tulisan diatas banner bahwa mereka adalah pahlawan devisa. Akan tetapi saya masih mendengar bahwa mereka belum bebas dari hambatan-hambatan. Kalau mereka ini penghasil devisa julukan apa bagi para aparat pemerintah yang melayani mereka? Untuk para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, saya pernah menuliskan usul bagi mereka ini diusahakan agar bisa menjadi pemegang kewarganegaraan ganda dimana mereka bekerja.

Keuntungannya jelas sekali. Mereka akan mendapat perlindungan Polisi setempat apabila ada perlakuan semena-mena dari para majikannya. Bukankah sudah berpuluh-puluh bahkan mungkin ratusan kasus mereka yang seperti itu tidak dapat dibantu oleh perwakilan kita di Negara dimaksud. Mereka diperkosa, dilecehkan, tidak dibayar gajinya dan ditipu oleh banyak perusahaan yang mengirim mereka. Saya tahu persis karena beberapa orang kakak-kakak pembantu rumah tangga saya, semuanya menjadi Tenaga Kerja Wanita kenegara-negara Arab tersebut diatas. Pengalaman mereka pernah saya catat/ kumpulkan/ simpan, karena saya meninterview mereka secara langsung.

Mengawali undang undang mengenai kewarganegaraan ganda dimasak atau diproses, saya anjurkan dibentuk team khusus yang sifatnya independent, jadi tidak hanya bergantung pada komisi-komisi di Dewan Perwakilan Rakyat, karena selama system kepartaian kita seerti ini, saya akan tetap meragukan kualitas anggota “Dewan yang terhormat” ini.

Beberapa bulan lalu saya bertemu dengan seseorang yang ternyata adalah warga Negara Kanada di sebuah supermarket di daerah Bumi Serpong Damai. Menurut ceritanya dia menjadi duda yang ditinggal mati istrinya yang pertama dan kemudian datang seorang wanita berjilbab/orang Indonesia yang dikenalkan kepada saya sebagai istrinya yang kedua. Dia berkata kepada saya bahwa bulan depannya dia akan pergi menengok anaknya di Tokyo yang sudah menikah dengan orang Jepang, yang baru melahirkan seorang bayi laki-laki. Sang anak ini adalah anaknya dari istri pertamanya yang berasal dari ibu dan bapak yang berlainan kewarganegaraannya. Dia bilang bahwa sang cucu yang baru lahir ini telah diurus surat-suratnya berupa surat kelahiran dan ternyata dia telah berhak serta telah memiliki lima paspor dari Negara-negara yang berlainan. Ini dikerjakan karena pada suatu saat nanti dia akan harus memilih paspor-paspornya untuk tidak menggunakan, tinggal memilih yang mana. Seorang bayi dengan multi paspor!!!

sumber informasi